Friday 9 Rabiul Awwal 1443 / 15 October 2021. Menu. HOME; RAMADHAN Kabar Ramadhan; Puasa Nabi; Tips Puasa Setelah menunggu lama, akhirnya Europe on Screen (EoS) siap untuk kembali digelar di Indonesia lagi pada tanggal 3-12 Mei 2018. Sebagai festival film internasional terlama di Indonesia, EoS tahun ini akan menayangkan puluhan film Eropa terpilih di 6 kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Medan, Denpasar, Surabaya dan Yogyakarta. DAFTARJUARA FESTIVAL VIDEO EDUKASI (FVE) 2021 BPMTPK. Berdasarkan keputusan Dewan juri Festival Video Edukasi 2021 yang terdiri atas: Dewan juri Kategori Film Pendek Pendidikan dan ILM Pendidikan: Vivian Idris (Produser/Filmmaker); Bambang Supriyadi.(Akademisi Sinematografi-IKJ) dan Hikmat Darmawan (Kritikus film - DKJ Jakarta), Urbaners Festival Film Cannes 2018 jadi ajang perfilman bergengsi yang paling ditunggu oleh penggemar film di seluruh dunia. Digelar tiap tahun di Cannes, Perancis pagelaran tersebut bakal terselenggara selama kurang lebih dua pekan. Tahun ini, deretan film Box Office diputar di event yang berlangsung sejak 8 Mei sampai 19 Mei mendatang.Jadi, film apa aja yang paling ditunggu? FestivalFilm Dokumenter (FFD) 2019 akan menghadirkan sebuah program khusus yang membicarakan isu kesehatan mental. Fenomena ini dikerangkai dalam program Perspektif, salah satu kegiatan rutin FFD yang membahas tentang fenomena khas tahun penyelenggaraan. Film Turning 18 (Ho Chao-ti, 2018) akan memantik pembicaraan tentang proses beranjak Skanaacom, YOGYAKARTA -- Perhelatan Festival Film Dokumenter (FFD) 2018 resmi berakhir. Berlangsung pada 5-12 Desember 2018, FFD diselenggarakan dengan sera . News The Festival Film Dokumenter FFD along with the Yamagata International Documentary Film Festival YIDFF will organize a Film Criticism Collective Workshop during the 2018 Festival Film Dokumenter December 5th – 12th in Yogyakarta, Indonesia. The deadline is October 22nd so hurry up and send your applications! About the workshop Film Criticism Collective Workshop will provide training in critical framework and incisive writing about documentary cinema, while offering immersion in the lively atmosphere of an international film festival. Participants will also attend film screenings during the festival to later; write about them for regular tasks and discussions with mentors and fellow participants. Moreover, participants will have the opportunity to attend the public lectures organized by FFD, which mainly focus on contemporary issues regarding documentary developments and film festivals in South East Asia and even Asia. How to apply – The submission is open for participants from Japan and South East Asian Countries. – Participants must be able to attend the workshop during FFD 2018 from December 6th –11th. – Flight return and accommodation during workshop will be covered for all selected participants from Southeast Asian Countries and Japan. – Participants must be capable to write and engage in discussions in English – Application must be done via website here – Deadline October 22nd, 2018 MENTORS Chris Fujiwara, a film critic and programmer. Chris has written and edited several books on cinema and has contributed to numerous anthologies and journals. He was formerly Artistic Director of Edinburgh International Film Festival, and he has also developed film programs for Athénée Français Cultural Center Tokyo, Jeonju International Film Festival, Sydney Film Festival, Mar del Plata Film Festival, and other institutions. He has lectured on film aesthetics and film history at Tokyo University, Yale University, Temple University, Emerson College, Rhode Island School of Design, and elsewhere. He has organized or served as a mentor for film criticism workshops at YIDFF, the Berlinale, Melbourne International Film Festival, the International Film Festival of Kerala, and Salamindanaw Asian Film Festival. Adrian Jonathan Pasaribu, born in Pasuruan in 1988, is the co-founder of Cinema Poetica — a collective of film critics, journalists and activists in Indonesia. Established in 2010, Cinema Poetica focuses on knowledge production and distribution as a response to the lack of film literature in Indonesia. The collective publishes their works in and regularly organizes film criticism workshops for students. Adrian has developed film programs for several film festivals and screening spaces in Indonesia. From 2007 to 2010, he worked as the program manager of Kinoki, an alternative screening space in Yogyakarta. Since then Adrian has developed film programs for several screening spaces and film festivals, namely Festival Film Dokumenter, Jogja-NETPAC Asian Film Festival, ARKIPEL International Documentary & Experimental Film Festival, and Singapore International Film Festival. Currently, he is researching about the historical unknowns of Indonesian cinema. About Film Criticism Collective Founded in Japan in 2015, the Film Criticism Collective is intended to develop and encourage film criticism, to facilitate interaction among critics of different countries, and to make the writing of East Asian critics more accessible in English. The main activity of FCC is the Film Criticism Workshop, which is held every two years at the Yamagata International Documentary Film Festival, with the support of the Japan Foundation Asia Center. FCC also held a Film Criticism Workshop at Salamindanaw Asian Film Festival in General Santos, Philippines, in 2016. - Perhelatan tahunan Festival Film Dokumenter FFD 2018 resmi berakhir. Festival yang dimulai dari 5 hingga 12 Desember 2018 itu digelar dengan agenda pemutaran film program, pemutaran film peserta kompetisi, diskusi, peluncuran program baru, lokakarya kritik film hingga pameran dan ekshibisi di dua lokasi; Taman Budaya Yogyakarta dan IFI–LIP penganugerahan dan penutupan menjadi rangkaian akhir dari gelaran FFD, yang diadakanpada Rabu 5/12 di Gedung Societet Militair Taman Budaya Yogyakarta. Pengumuman pemenang dari tiga kategori kompetisi dipimpin Direktur Forum Film Dokumenter, Henricus Pria Setiawan. Dalam kesempatan ini, Henricus menyampaikan, film kompetisi merupakan ajang bagi pembuat film untuk membagikan perspektif serta pandangan kritis terhadap isu-isu di sekitar mereka. Seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Tirto, Kamis 13/12/2018, tahun ini FFD menerima 118 film kategori panjang internasional, 100 film kategori pendek, dan 23 film kategori pelajar. Pemenang Kategori Pelajar diraih oleh film berjudul Tarian Kehidupan 2018 karya Naira Capah dan Fauzan Syam Adiya. Alexander Matius, salah satu juri kategori pelajar menyampaikan beberapa catatan bagi finalis. Menurut juri, secara umum pilihan topik kategori pelajar cukup beragam dan menarik, namun masih memerlukan fokus, kelugasan serta perspektif yang lebih dalam. “Pemenang dipilih karena berhasil merespons isu yang dekat dengan pelajar itu sendiri dengan pengemasan yang eksploratif dan menarik. Selain memberikan gambar yang menarik dan tepat guna, filmmaker juga memperhatikan permainan suara dalam film tersebut,” ujar Alexander ini, tidak ada pemenang dalam kategori Dokumenter Pendek. Adrian Jonathan Pasaribu,mewakili juri yang berhalangan hadir, menyampaikan beberapa catatan mengenai para peserta.“Juri menemukan adanya kesamaan cara bercerita, serta tidak cukupnya eksplorasi bahasa sinema di kelima film nominasi. Kelima film memiliki topik yang menarik namun belum bisa meyampaikancerita secara utuh. Pembuat film harus memperhatikan eksplorasi gaya dan cara bercerita dalamproses kreatif nya. Oleh sebab itu kategori film pendek terbaik tidak diberikan pada tahun ini,” jelas Adrian. Namun juri memberikan penghargaan lainnya berupa Special Mention Jury Awards kepada film The Nameless Boy 2017 karya Diego Batara. Pertimbangan juri dalam memberikan penghargaan ini karena The Nameless Boy mencoba untuk mengeksplorasi gaya penceritaan yang berbeda, meski demikian film ini dirasa masih perlu menguatkan penyampaian isu yang film panjang internasional terbaik diraih oleh film asal Filipina In The Claws Of CenturyWanting 2017 karya Jewel Maranan. Mewakili para juri yang berhalangan hadir, Amerta Kusumamenyampaikan catatan juri untuk pemenang film kategori panjang. “Film ini menangkap realitas dari masyarakat yang hidup dalam keberanian walau hidup terasing dari akses mata pencaharian mereka. Sisi lain dari realitas tersebut hadir melalui ambisi sutradara dan sudut pandang obsesif serta editing yang radikal,” ungkap penutup, direktur FFD 2018, Ukky Satya Nugrahani menyampaikan beberapa hal yangperlu digarisbawahi dalam perhelatan FFD tahun ini. Yang pertama, keberadaan festival sebagairuang dialog dan titik temu berbagai wacana dan perspektif tidak akan jadi tanpa antusiasmebanyak pihak. Kedua, akan terus dilakukan evaluasi baik secara penyelenggaraan maupun organisasional dan setiap program yang diadakan tahun ini maupun selanjutnya FFD akan lebihspesifik menarget penonton agar lebih tepat penutupan ini turut memutarkan film pemenang kategori dokumenter pelajar setelah pembacaan pemenang dilakukan. Film yang diputar adalah film dari Provinsi Nanggroe AcehDarussalam, Indonesia berjudul Tarian Kehidupan 2018. Film berdurasi 17 menit ini mengisahkan tentang seorang pelajar SMP yang harus menjadikan tarian sebagai sumber penopang ini adalah rekap dari pemenang kompetisi FFD 2018Kategori Dokumenter Pelajar Tarian Kehidupan 2018 karya Naira Capah dan Fauzam Syam Adiya dari IndonesiaKategori Dokumenter PendekTidak ada pemenangSpecial Mention Jury Award untuk Dokumenter PendekThe Nameless Boy 2017 karya Diego Batara dari IndonesiaKategori Dokumenter PanjangIn The Claws Of Century Wanting 2017 karya Jewel Maranan dari Filipina - Film Penulis Dipna Videlia Putsanra Editor Dipna Videlia Putsanra Best International Feature-length Documentary I Remember — Shuhei Hatano Best Indonesia Feature-length Documentary Motherland Memories — Moses Parlindungan Best Short Documentary Teguh — Riani Singgih Jury Special Mention International Feature-length Documentary — 1970 Student Documentary — Wek Wek International Feature-length Documentary Competition Makiko Wakai, Philip Cheah, Pierre-Emmanuel Barthe Indonesia Feature-length Documentary Competition Alia Swastika, Chalida Uabumrungjit, Dain Said Short Documentary Competition Puiyee Leong, Vivian Idris, Woto Wibowo Student Documentary Competition Amalia Sekarjati, Siska Raharja, Winner Wijaya International Feature-length Documentary Competition Sanchai Chotirosseranee, Gabriel Soucheyre, Varadila Nurdin Indonesia Feature-length Documentary Competition Yow Chong Lee, Leni Velasco, Yosep Anggi Noen Short Documentary Competition Jewel Maranan, Rain Cuaca, Aryo Danusiri Student Documentary Competition Asrida Elisabeth, Bani Nasution, Shadia Pradsmadji Best International Feature-length Documentary Aswang — Alyx Ayn Arumpac Best Indonesia Feature-length Documentary Help Is On The Way — Ismail Fahmi Lubis Best Short Documentary Salmiyah — Harryaldi Kurniawan Best Student Documentary Rintih di Tanah Pilu — Muhammad Fitra Rizkika, Rahma Wardani Jury Special Mention International Feature-length Documentary — Nan Indonesia Feature-length Documentary — kOsOng International Feature-length Documentary Competition Eric Sasono, Hatsuyo Kato, Sandeep Ray Indonesia Feature-length Documentary Competition Intan Paramaditha, John Torres, Umi Lestari Short Documentary Competition Alexander Matius, Alfonse Chiu, Tan Chui Mui Student Documentary Competition Ersya Ruswandono, Gayatri Nadya, Tunggul Banjaransari Best International Feature-length Documentary The Future Cries Beneath Our Soil — Hang Pham Thu Best Indonesia Feature-length Documentary Om Pius, Ini Rumah Saya, Come The Sleeping’ — Halaman Papua Best Short Documentary Diary of Cattle — Lidia Afrilita & David Darmadi Best Student Documentary Tambang Pasir — Sekar Ayu Kinanthi Jury Special Mention International Feature-length Documentary — Lemebel Indonesia Feature-length Documentary — Tonotwiyat Hutan Perempuan’ Short Documentary — Cipto Rupo Student Documentary —Pasur Pasar Sepur’ International Feature-length Documentary Competition Thomas Barker, Karolina Lidin, Nia Dinata Indonesia Feature-length Documentary Competition Amelia Hapsari, Shin Eun-Shil, Lau Kek-Huat Short Documentary Competition Jesse Cumming, Tonny Trimarsanto, Wisnu Prasetya Student Documentary Competition Fransiska Prihadi, ST Kartono, Aditya Ahmad Best Feature-length Documentary In The Claws of Century Waiting — Jewel Maranan Best Short Documentary Tarian Kehidupan — Naria Capah & Fauzam Syam Aditya Jury Special Mention Short Documentary — The Nameless Boy Feature-length Documentary Competition Makiko Wakai, Nicolas Boone, Bonnie Triyana Short Documentary Competition Mandy Marahimin, Aryo Danusiri, Fan Wu Student Documentary Competition Jason Iskandar, Alexander Matius, Vivian Idris Best Feature-length Documentary Ive Got The Blues — Angie Chen Best Short Documentary Ojek Lusi — Winner Wijaya Best Student Documentary Hening Dalam Riuh — Qurrata Ayuni & Geubri Al-Varez Jury Special Mention Feature-length Documentary — I am Hercules Feature-length Documentary Competition Anna Har, Ronny Agustinus, Sandeep Ray Short Documentary Competition Antariksa, Vivian Idris, Thomas Barker Student Documentary Competition Irfan R. Darajat, Jason Iskandar, Steve Pillar Setiabudi Best Feature-length Documentary Roshmia — Salim Abu Jabal Best Short Documentary Petani Terakhir — Dwitra J. Ariana Best Student Documentary 1880 mdpl — Ryan Sigit Wiranto & Miko Saleh Jury Special Mention Feature-length Documentary — Shadow Girl Feature-length Documentary — Nokas Student Documentary — Kami Hanya Menjalankan Perintah, Jenderal! Feature-length Documentary Competition John Badalu, Lisabona Rahman, Ranjan Palit Short Documentary Competition Eric Sasono, FX Harsono, Yosep Anggi Noen Student Documentary Competition ST Kartono, BW Purbanegara, Thong Kay-Wee Best Feature-length Documentary Tanah Mama — Asrida Elizabeth Best Short Documentary Wasis — Ima Puspita Sari Best Student Documentary Korban Bendung Manganti — Nur Hidayatul Fitria Feature-length Documentary Competition Debra Zimmerman, JB Kristanto, Ronny Agustinus Short Documentary Competition Chalida Uabumrungjit, Adrian Jonathan, Ifa Isfansyah Student Documentary Competition ST Kartono, BW Purbanegara, Park Hye-mi Best Feature-length Documentary Tumiran — Vicky Hendri Kurniawan Best Short Documentary Akar — Amelia Hapsari Best Student Documentary Penderes & Pengidep — Achmad Ulfi Feature-length Documentary Competition Sandeep Ray, Budi Irawanto, JB Kristanto Short Documentary Competition Nia Dinata, Adrian Jonathan, Nuraini Juliastuti Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, ST Kartono, Senoaji Julius Best Feature-length Documentary Anak Sabiran Di Balik Cahaya Gemerlapan — Hafiz Rancajale Best Short Documentary The Flaneurs3 — Aryo Danusiri Best Student Documentary Kampung Tudung — Yuni Etifah Feature-length Documentary Competition John Badalu, Hariadi Saptono, Riri Riza Short Documentary Competition Adrian Jonathan, Vivian Idris, Ifa Isfansyah Student Documentary Competition Ag. Prih Adiartanto, Kuntz Agus Nugroho, Lulu Ratna Best Short Documentary Jadi Jagoan Ala Ahok — Chandra Tanzil & Amelia Hapsari Best Student Documentary Teladan Totem Pro Parte — Suryo Buwono Feature-length Documentary Competition Aryo Danusiri, Nuraini Juliastuti, Jane Yu Short Documentary Competition Ifa Isfansyah , Nicolaas Warouw, Antariksa Student Documentary Competition Ariani Darmawan, Kuntz Agus Nugroho, ST Kartono Best Feature-length Documentary Dongeng Rangkas — Andang Kelana, Badrul Munir, Fuad Fauji, Hafiz Rancajale, Syaiful Anwar Best Short Documentary Indonesiaku di Tepi Batas — Elsa Adelina L Best Student Documentary Is it You? — Felix & Aan Feature-length Documentary Competition Budi Irawanto, Ferdiansyah Thajib, Sandeep Ray Short Documentary Competition Ifa Isfansyah, Nicolaas Warouw, David Teh Student Documentary Competition ST Kartono, Zamzam Fauzanafi, Antariksa Best Feature-length Documentary Prison and Paradise — Daniel Rudi Haryanto Best Short Documentary Music for A Film — Darwin Nugraha Best Student Documentary Sop Buntut — Deden Ramadani Jury Special Mention Maaf Bioskop Tutup — Ardi Wilda Irawan Feature-length Documentary Competition Eric Sasono, Laksono, David Bradbury Short Documentary Competition Ifa Isfansyah, Nicolaas Warouw, Lisabona Rahman Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, Lulu Ratna, Kurniawan Adi Best Feature-length Documentary At Stake — Ari Ema Susanti, Ucu Agustin, Lucky Kuswandi, Iwan Setiawan & M. Ichsan Best Short Documentary Gorilla dari Gang Buntu — Bambang Rakhmanto & Ryo Hadindra Permana Best Student Documentary Indonesia Bukan Negara Islam — Jason Iskandar Favorite Documentary by Student Jury Ngundal Piwulang Wandu — Kuncoro Indra Kurniawan & Kukuh Yudha Karnanta Feature-length Documentary Competition G. Budi Subanar, Seno Gumira Ajidarma, Eric Sasono Short Documentary Competition Tonny Trimarsanto, Novi Kurnia, Marianna Yarovskaya Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, Lulu Ratna, Ifa Isfansyah Best Feature-length Documentary The Conductor — Andibachtiar Yusuf Best Short Documentary Gubuk Reot di Atas Minyak Internasional — Tedika Puri Amanda & Kukuh Martha Afni Best Student Documentary Kejarlah Sahabat — Komang Ayu Lestari Favorite Documentary by Student Jury Gubuk Reot di Atas Minyak Internasional Feature-length Documentary Competition G. Budi Subanar, Seno Gumira Ajidarma, Eric Sasono Short Documentary Competition Tonny Trimarsanto, Novi Kurnia, Marianna Yarovskaya Student Documentary Competition Zamzam Fauzanafi, Lulu Ratna, Ifa Isfansyah Best Professional Documentary Restaurant Indonesia — Dhani Agustinus Best Amateur Documentary Anakku Bukan Penjarah — Zainal Abidin Jury Special Mention Jakarta Beda — Sakti Parantean Alain Compost Budi Irawanto JB Kristanto Zamzam Fauzanafi Laksono Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Best Professional Documentary Faces of Everyday Corruption in Indonesia — Lexy Rambadeta Best Amateur Documentary Bioskop Kita Lagi Sedih — Bowo Leksono & Heru C. Wibowo Jury Special Mention Bayi Fitri — K. Ardi Best Amateur Documentary Nita Sang Penarik Getek — Hidayat Prasetya Amateur Documentary Competition Budi Irawanto Katinka Van Heeren Abduh Aziz Zamzam Fauzanafi St. Sunardi Professional Documentary Competition Ashadi Siregar Gerzon R. Ayawaila JB Kristanto Katinka Van Heeren Seno Gumira Ajidarma Best Film Dentang Kutak Denting — Ananto Wibowo Best Picture Anak-Anak Ngonto — Teguh Joko Sutrisno Best Editing Anak-Anak Ngonto — Teguh Joko Sutrisno Innovative Idea 10 Jam Lebih — Irwan D. Nuryadi Jury Special Mention Senyum Manis Menyimpan Tangis — Cenit Rory Favorite Film According Official Selection Jury Anak-Anak Ngonto — Teguh Joko Sutrisno Best Film Tulang Punggung — K. Ardi Best Editing Kompor Minyak — Yoyok Waluyo Best Picture Nusakambangan, Hilangnya Hutan Terakhir — Wisnu Prabowo Best Film Gerabah Plastik – Tonny Trimarsanto Best Picture Gerabah Plastik — Shamir Best Editing Pulau Samsuli Pulau Kita — Yasir Jury Special Mention Negoisasi Tanpa Henti — Purnomo “Panjul” Aji KUTA, BALI - Head of Forum Film Dokumenter, Festival Film Dokumenter, Henricus Pria, melihat ekosistem film dokumenter di Indonesia saat ini terus tumbuh. Hal ini didorong dengan munculnya berbagai festival film dokumenter di Indonesia, salah satunya Docs By The Sea, yang tengah diselenggarakan di Kuta, Bali, dan merupakan gelaran kedua setelah tahun lalu digelar."Platform-platform seperti Docs By The Sea ini salah satu cara untuk memulai running industri," kata Pria kepada Antaranews di Kuta, Bali, Kamis 9/8.Docs By The Sea 2018 yang berlangsung 2-9 Agustus 2018, diawali dengan program inkubasi selama empat-hari yang meliputi Storytelling Lab, Editing Lab, Pitching Exercise dan Masterclass. Program seperti ini juga dihadirkan oleh Festival Film Dokumenter untuk mendorong para pembuat film dokumenter agar mencapai pasar yang lebih luas."Platform seperti ini nantinya bisa menarik investor, produser-produser dari luar untuk bisa produksi film dokumenter di Indonesia," ujar Pria. Distribusi film dokumenter, menurut Pria, sebagian besar masih melalui festival film. Sementara, televisi sebagai media, biasanya melakukan produksi film dokumenter sendiri. Sementara itu, Pria melihat, produksi film dokumenter sendiri saat ini terus meningkat. Hal itu dilihat dari semakin banyak karya film dokumenter yang masuk dalam Festival Film Dokumenter."Tapi memang kalau dari segi nama secara perkembangan enggak terlalu banyak, terkadang kita masih melihat nama-nama lama, yang sebenarnya cukup lambat perkembangannya," kata Pria optimistis dengan regenerasi pembuat film dokumenter. Pasalnya, saat ini telah banyak institusi pendidikan yang menghadirkan program khusus untuk pembuatan film film dokumenterSaat ini, film dokumenter masih dianggap membosankan. Secara umum, masyarakat masih menjadikan tontonan film dokumenter yang ada di televisi, yang sebagian besar membahas film dokumenter sejarah, sebagai referensi film dokumenter film dokumenter bisa saja mengangkat kisah percintaan seseorang seperti karya sineas Vietnam "Never Been Kissed" yang masuk dalam Docs By The Sea, atau mengangkat isu lingkungan hidup tentang sampah plastik, yang coba disuarakan filmmaker Indonesia dalam "The Poly Bag Journal" di Docs By The Sea."Tantangan film paling dasar itu memang untuk memfamiliarkan . Ada banyak dokumenter alternatif, atau bentuk dokumenter dalam bentuk yang banyak, katakanlah di belahan dunia yang lain sudah banyak mulai menggunakan medium Virtual Reality VR," ujar video on-demand yang sedang populer saat ini, menurut Pria, juga cukup membantu film dokumenter untuk lebih dekat dengan penonton. "Digital platform saya melihatnya positif saja, artinya itu menjadi salah satu perkembangan teknologi yang sebenarnya malah kemungkinan memudahkan teman-teman mengakses berbagai konten," kata depannya, Pria mengatakan bahwa Festival Film Dokumenter juga akan mendorong film dokumenter ke platform digital. "Dalam 2-3 tahun ke depan kita akan memulai semacam FFD untuk platform akses Arsip atau kita coba bikin streaming reguler tapi yang via website," ujar Pria. sumber AntaraBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini Tahun ini, Program Kompetisi Festival Film Dokumenter kembali menyajikan film-film unggulan, hasil seleksi dari berbagai negara untuk kategori film Dokumenter Panjang, dan tentu saja keragamaan dari berbagai film dokumenter Indonesia dalam kategori Dokumenter Pendek dan Dokumenter Pelajar. Setiap tahun, film – film yang masuk ke Program Kompetisi kian beragam, baik secara konten maupun bentuk – bentuk yang digunakan dalam karya para peserta. Selain itu, tema – tema yang diangkat sangat bervariasi, mulai dari hal-hal yang sederhana dan dekat dengan keseharian, hingga berbagai permasalahan sosial politik yang aktual. Kami menerima 43 Film Kategori Dokumenter Panjang Internasional, 85 Film Kategori Dokumenter Pendek, dan 24 Film Kategori Dokumenter Pelajar. FFD selalu mencari film-film yang bisa secara kritis menanggapi hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita, yang diharapkan bisa menjadi bahan refleksi untuk peonton serta menjadi pintu masuk untuk membicarakan isu yang lebih besar. Selain itu dibutuhkan juga kecakapan filmmaker untuk mengemas isu-isu tersebut kedalam bentuk penceritaan, sehingga bisa juga dinikmati penonton sebagai sebuah bentuk karya seni. Pengemasan yang kreatif ini juga menjadi pertimbangan dalam memilih film-film finalis dibawah ini. Sandeep Ray Sebelum mengajar di SUTD-HASS, Sandeep pernah mengajar di University of Wisconsin 2015-2016, dan seorang Luce Postdoctoral Fellow di Rice University 2016-2017. Filmnya sudah pernah diulas di The American Anthropologist and the Journal for Visual Anthropology dan pernah diputar di beberapa festival, seperti di Busan BIFF, Taiwan TIDF, Sydney, Paris Jean Rouch, Tehran IIFF, Copenhagen DOX, dan masuk dalam kurasi the Flaherty Seminar, the Margaret Mead Festival, the Films Division of India, the Asia Research Institute NUS, dan the Whitney and Getty Museums. Anna Har Anna Har adalah direktur FreedomFilmFest, sebuah festival film HAM internasional di Malaysia. Ia adalah ketua Freedom Film Network, sebuah organisasi yang mempromosikan dan mendukung pembuatan film-film bertema sosial. Anna belajar visual antropologi dan telah bekerja di bidang HAM selama 20 tahun. Ia masih terus berkarya sebagai sutradara dan produser di Big Pics Production miliknya. Ronny Agustinus Ronny Agustinus adalah salah satu pendiri Ruang Rupa. Sejak 2005 hingga sekarang, ia mengelola penerbit Marjin Kiri. Ia pernah menjadi kurator sesi Amerika Latin untuk ARKIPEL Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2014-2016, juri ARKIPEL 2014-2015, juri dokumenter panjang Festival Film Dokumenter 2015 Yogyakarta, dan juri Psychology Film Festival 2016 Surabaya. Thomas Barker Thomas Barker adalah Asisten Professor Film dan Televisi di University of Nottingham Kampus Malaysia. Ia pernah menjadi mahasiswa tamu di UCLA, UI, dan The National University of Singapore serta pernah menjadi mahasiswa di UGM, Yogyakarta. Selain itu, ia juga pernah menulis di beberapa media, antara lain untuk Cinema Poetica, The Jakarta Post, Rumah Film, dan Asian Cinema. Akhir-akhir ini ia turut menjadi co-producer dan menarasikan dokumenter delapan bagian yang dibuat untuk BFM Radio Kuala Lumpur, Malaysia. Vivian Idris Pembuat film otodidak yang misinya adalah menggunakan medium audio-visual sebagai alat untuk edukasi, pelestarian budaya, mengakselerasi pergerakan sosial, dan sebagai salah satu cara berkontribusi kembali ke masyarakat. Vivian juga aktif berpartisipasi di festival-festival lokal di Indonesia sebagai juri Festival Film Indonesia, Anti Corruption Film Festival, XXI Short Film Festival, Festival Film Surabaya, Festival Film Dokumenter, Eagle Academy, UCIFEST 7, Festival Video Edukasi dan membuat workshop pembuatan film dokumenter. Antariksa Antariksa adalah peneliti dan anggota pendiri KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta. Dia kini menjadi peneliti tamu pada Global Souths du Collège d’études mondiales/Fondation Maison des sciences de l’homme FMSH, Paris, dan Associate Fellow pada the Institute of Southeast Asian Studies ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura. Steve Pilar Setiabudi Pillar lahir di Solo, Indonesia. Ia lulus dari jurusan desain grafis di Yogyakarta tahun 1997. Sejak saat itu, ia aktif berkegiatan dalam beberapa produksi film dokumenter. Saat ini ia tengah bekerja di Artifact Media, di mana ia aktif memproduseri dan menyutradarai film-film dokumenter. Jason Iskandar Jason Iskandar lahir di Jakarta pada tahun 1991. Ia mulai membuat film pada usia 17 tahun di workshop dan kompetisi film dokumenter Think Act Change, di mana filmnya yang berjudul Sarung Petarung memenangkan tiga penghargaan. Film dokumenternya yang berjudul Indonesia Bukan Negara Islam memenangkan penghargaan film terbaik kategori pelajar pada Festival Film Dokumenter 2009. Saat ini ia sedang mempersiapkan film panjang pertamanya. Irfan R. Darajat Lahir di Purbalingga, 22 Oktober 1988. Ia menamatkan pendidikan S1 Jurusan Politik dan Pemerintahan tahun 2012 dan melanjutkan studi S2 Kajian Budaya dan Media di UGM pada tahun 2013 hingga sekarang. Salah satu anggota kelompok peneliti musik dan masyarakat “Laras”. Juri Kategori PanjangJuri Kategori PendekJuri Kategori Pelajar Juri Kategori Panjang Sandeep Ray Sebelum mengajar di SUTD-HASS, Sandeep pernah mengajar di University of Wisconsin 2015-2016, dan seorang Luce Postdoctoral Fellow di Rice University 2016-2017. Filmnya sudah pernah diulas di The American Anthropologist and the Journal for Visual Anthropology dan pernah diputar di beberapa festival, seperti di Busan BIFF, Taiwan TIDF, Sydney, Paris Jean Rouch, Tehran IIFF, Copenhagen DOX, dan masuk dalam kurasi the Flaherty Seminar, the Margaret Mead Festival, the Films Division of India, the Asia Research Institute NUS, dan the Whitney and Getty Museums. Anna Har Anna Har adalah direktur FreedomFilmFest, sebuah festival film HAM internasional di Malaysia. Ia adalah ketua Freedom Film Network, sebuah organisasi yang mempromosikan dan mendukung pembuatan film-film bertema sosial. Anna belajar visual antropologi dan telah bekerja di bidang HAM selama 20 tahun. Ia masih terus berkarya sebagai sutradara dan produser di Big Pics Production miliknya. Ronny Agustinus Ronny Agustinus adalah salah satu pendiri Ruang Rupa. Sejak 2005 hingga sekarang, ia mengelola penerbit Marjin Kiri. Ia pernah menjadi kurator sesi Amerika Latin untuk ARKIPEL Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2014-2016, juri ARKIPEL 2014-2015, juri dokumenter panjang Festival Film Dokumenter 2015 Yogyakarta, dan juri Psychology Film Festival 2016 Surabaya. Juri Kategori Pendek Thomas Barker Thomas Barker adalah Asisten Professor Film dan Televisi di University of Nottingham Kampus Malaysia. Ia pernah menjadi mahasiswa tamu di UCLA, UI, dan The National University of Singapore serta pernah menjadi mahasiswa di UGM, Yogyakarta. Selain itu, ia juga pernah menulis di beberapa media, antara lain untuk Cinema Poetica, The Jakarta Post, Rumah Film, dan Asian Cinema. Akhir-akhir ini ia turut menjadi co-producer dan menarasikan dokumenter delapan bagian yang dibuat untuk BFM Radio Kuala Lumpur, Malaysia. Vivian Idris Pembuat film otodidak yang misinya adalah menggunakan medium audio-visual sebagai alat untuk edukasi, pelestarian budaya, mengakselerasi pergerakan sosial, dan sebagai salah satu cara berkontribusi kembali ke masyarakat. Vivian juga aktif berpartisipasi di festival-festival lokal di Indonesia sebagai juri Festival Film Indonesia, Anti Corruption Film Festival, XXI Short Film Festival, Festival Film Surabaya, Festival Film Dokumenter, Eagle Academy, UCIFEST 7, Festival Video Edukasi dan membuat workshop pembuatan film dokumenter. Antariksa Antariksa adalah peneliti dan anggota pendiri KUNCI Cultural Studies Center, Yogyakarta. Dia kini menjadi peneliti tamu pada Global Souths du Collège d’études mondiales/Fondation Maison des sciences de l’homme FMSH, Paris, dan Associate Fellow pada the Institute of Southeast Asian Studies ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura. Juri Kategori Pelajar Steve Pilar Setiabudi Pillar lahir di Solo, Indonesia. Ia lulus dari jurusan desain grafis di Yogyakarta tahun 1997. Sejak saat itu, ia aktif berkegiatan dalam beberapa produksi film dokumenter. Saat ini ia tengah bekerja di Artifact Media, di mana ia aktif memproduseri dan menyutradarai film-film dokumenter. Jason Iskandar Jason Iskandar lahir di Jakarta pada tahun 1991. Ia mulai membuat film pada usia 17 tahun di workshop dan kompetisi film dokumenter Think Act Change, di mana filmnya yang berjudul Sarung Petarung memenangkan tiga penghargaan. Film dokumenternya yang berjudul Indonesia Bukan Negara Islam memenangkan penghargaan film terbaik kategori pelajar pada Festival Film Dokumenter 2009. Saat ini ia sedang mempersiapkan film panjang pertamanya. Irfan R. Darajat Lahir di Purbalingga, 22 Oktober 1988. Ia menamatkan pendidikan S1 Jurusan Politik dan Pemerintahan tahun 2012 dan melanjutkan studi S2 Kajian Budaya dan Media di UGM pada tahun 2013 hingga sekarang. Salah satu anggota kelompok peneliti musik dan masyarakat “Laras”. FILM FINALIS All CategoryDokumenter PanjangDokumenter PendekDokumenter Pelajar RULES AND CONDITION GENERAL Festival Film Dokumenter FFD is an annual event held by Forum Film Dokumenter, a non-profit organization based in Yogyakarta, focusing on documentary film research and archiving, as well as film appreciation for educational purposes. In 2020, Festival Film Dokumenter’s Call For Entries opens for Competition Program. There are four categories open for the Competition Program. First, Feature-Length Documentary, which opens for Indonesian and foreign filmmakers alike duration above 40 minutes. Second, Indonesian Feature-Length Documentary for filmmakers of Indonesian nationality with the minimum 40 minutes duration. Third, Short Documentary, for Indonesian filmmakers with film of short duration under 40 minutes. And fourth, Student Documentary, which targets Indonesian students from junior to high school. From all submissions submitted, FFD will choose several films to be nominated for the final. Furthermore, the selected films that will be discussed again by the invited judges to determine the best films that are entitled to get the award Best International Long Documentary, Best Indonesian Long Documentary, Best Short Documentary, Best Student Documentary. SUBMISSION DEADLINE Film submission and shipment for all categories will be closed on August 5th, 2020 at WIB GMt+7 postmarked. SUBMISSION FEE Every category is free of submission fee. USAGE PERMISSION Film submitted to the festival will be archived by Forum Film Dokumeter for non-profit activities and educational purposes. Filmmakers will be informed for any activities involving the film outside this year’s festival timeline. Any screenings will be done with prior permission from the filmmaker. If there are any issues regarding this article, please contact the Festival immediately for further negotiation. FILM MATERIAL POLICY COPYRIGHTS It is the sole responsibility of the applicant to secure clearance of copyright holders of any copyrighted materials included within submitted film. FFD will not be held responsible for unauthorized inclusion of any copyrighted materials within or relating to submitted film. FFD reserves the right to disqualify any films with unauthorized inclusion of copyrighted materials. PRE-SELECTION Festival accepts two kinds of film format online screener and file in physical container. The physical container can be in flash disk or hard disk, and must be sent to the festival’s office check the address in “SHIPPING” and accepted by the festival no later than one 1 week after the submission closes. Every link with password preferably for online screener must remain active until the festival ends. To avoid re-sending film that passed the pre-selection process, it is recommended that applicants send their works in official selection format. MEDIA KIT & PUBLICATION Applicants are expected to enclose materials if any for publication needs. Works selected must authorize the Festival to use any clips within film with maximal duration in 3 minutes, still images, or any other materials included, for online or offline festival promotion in catalogue, website, and other kinds of publication. SCREENING FEE Applicants are expected to understand that Festival Film Dokumenter does not cover screening fee if the film is selected as the finalists of the Competition Category. SHIPPING Applicants shall bear the shipping cost of their films, which includes but is not limited to flash disk or hard disk, insurance fee, or any kind of cost incurred thereafter. The festival is not responsible for any damages or loss, except those that happen after the films are already under the festival’s possession. Films and any materials included must be sent to the Festival Film Dokumenter’s Office. ADDRESS & CONTACTS Festival Film Dokumenter Forum Film Dokumenter Jalan Prapanca Blok MJ I No. 1015, RT 054/RW 011, Kel. Gedongkiwo, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55142 Indonesia Phone +62 811-2642-672 Email festival Website FILM SUBMISSION INTERNATIONAL FEATURE-LENGTH DOCUMENTARY Submission is open to applicant of any nationalities. Duration of film is above 40 minutes, credit title included. Production year 2018-2020. LANGUAGE AND SUBTITLE Films in any languages including English must include English subtitle. INDONESIAN FEATURE-LENGTH DOCUMENTARY SHORT DOCUMENTARY STUDENT DOCUMENTARY VALIDATION By submitting their films, applicants fully understand and agree of all the aforementioned regulations. Should any matter come into dispute, only the Indonesian version of these regulations will be regarded as valid and any of such dispute must be settled under Indonesian law.

festival film dokumenter 2018